Selasa, 27 September 2016

Dieng Culture Festival, Hampir Jogja

Kali ini saya mau bercerita tentang liburan yang sebenarnya sudah lewat beberapa minggu lalu. Belakangan ini memang saya sedang sangat malas menulis, makanya lama tidak membuat catatan perjalanan.
Bulan Agustus lalu saya ikut open trip ke Dieng dari sebuah travel agent Jogja. Ide itu muncul begitu saja ketika saya melihat poster acara Dieng Culture Festival. Awalnya saya memang berencana liburan, saya sudah pesat tiket kereta api ke Jogja, karena sebenarnya memang obsesi saya adalah liburan ke Jogja, terutama ke Borobudur, tapi mengingat festival di Dieng hanya ada setahun sekali, maka saya pikir "Ya sudahlah, mending coba yang kesempatannya jarang. Saya bisa pergi ke Jogja kapanpun," meskipun pada kenyataannya saya sudah berencana pergi ke Jogja sejak kuliah semester tiga, tapi belum juga terealisasikan ^^".
Ceritanya saya pengen liburan cantik, jadi saya pesan tiket eksekutif. Hahahaha... konyol memang, but well, ralely do I go for a vacation, jadi sedikit boros-borosin duit gak apa-apa lah ya?
Selain dengan pertimbangan ingin liburan cantik, ini juga adalah kali pertama saya naik kereta sendirian. Jadi sebagai pertimbangan faktor keamanan, saya pilih gerbong eksekutif.
Dan taraaa... subuh saya sampai di stasiun Yogyakarta.

Pertemuan dengan travel agent adalah jam 08.00 pagi, karena masih sangat banyak waktu saya memutuskan untuk jalan-jalan, mumpung di Jogja kan, minimal saya menginjakan kaki di jalanan Malioboro.

Terus berjalan menelusuri jalan, saya sampai ke Keraton, sayang sekali karena masih terlalu pagi, masih belum buka. Jadi saya cuma ambil gambar kemudian kembali ke stasiun, dimana saya janjian untuk lanjut perjalanan ke Dieng.
Perjalanan menuju Dieng lumayan melelahkan, dari Jogja ditempuh sekitar empat jam dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok. Tapi sepanjang perjalanan saya disajikan hamparan sawah dan hutan, lengkap dengan kondisi perkampungan yang benar-benar menghibur.
Ketika sampai penginapan, ternyata kunci kamar yang akan saya tempati dibawa oleh "teman sekamar" yang telah tiba lebih dulu. Untuk beberapa jam saya ditampung di basecamp travel agent.
Saya suka pemandangan dari balkon penginapan. Meski baru menjelang ashar, kabut mulai turun menyelimuti perkebunan dan perkampungan. Tak salah rasanya jika tema festival yang diadakan mengusung tema di atas awan, karena melihat kabut menyelimuti alam seolah membuat kita berada di atas awan.
Acara malam pertama adalah pagelaran musik jazz, sebenarnya karena peserta pengisi acara sangat banyak, acara musik jazz ini terus berlanjut hingga malam terakhir.
Sayangnya saya bukan tipe penggemar musik jazz, saya lebih menyukai pop atau classic, jadi saya tidak begitu menikmati acara musiknya. Yang saya nikmati adalah kentak manis yang disediakan gratis oleh panitia sebagai cemilan ketika nonton musik. Ahahaha... dingin-dingin dikasih kentang panas, lumayan banget kan?
Kalau malam hari diisi acara-acara festival, siang hari adalah acara jalan-jalan yang dipandu oleh travel agent.
Bukan cuma mata yang dimanjakan, tapi kita bisa bernafas sedalam-dalamnya, menghirup oksigen sebanyak mungkin. Paru-paru saya pasti sangat berterima kasih untuk hal ini

Telaga Warna benar-benar cantik, saya kayanya tiap hari rela beli tiket buat berkunjung kemari jika saya tinggal di Dieng.

Hehehe... ini atap dari teater yang ada di Dieng, sebenarnya saya punya foto lain yang memperlihatkan tampak muka gedung teater ini, tapi entah kenapa saya sangat menyukai foto ini^^. Di teater ini diputar film tentang Dieng dengan segala potensi alamnya, potensi positif dan negatif. Dibalik keindahannya Dieng menyimpang berbagai misteri alam, yang bisa saja mengancam keberadaannya. Namun saya berpendapat bahwa selama manusia masih bisa berperilaku baik terhadap alam, maka alam akan memberikan yang terbaik juga^^.
Malam puncak diisi dengan pelepasan lampion. Entah berapa ribu lampion menerangi langit Dieng. Indah. Dan tiba-tiba saya baper dan membenci status single yang biasanya selalu saya banggakan, saya ingin berbagi keindahan ini. T_T

Setelah pelepasan lampion, kami kembali ke penginapan. Butuh perjuangan untuk bisa sampai ke penginapan. Lautan manusia yang ada di lokasi benar-benar luar biasa. Saya pernah berdesak-desakan ketika nonton konser di Jakarta, tapi ini bahkan lebih dari sekedar konser. Howaaa... beruntung saya pergi dengan teman sekelompok yang megangin tangan saya biar gak kebawa arus manusia. Ah, saya lupa berterima kasih untuk itu, saya bahkan lupa nama mereka. Maafkan... semoga Allah saja yang membalas kebaikan mereka^^.
Dan Dieng Culture Festival pun ditutup dengan acara pemotongan rambut gimbal. Tapi saya tidak mengikuti prosesi tersebut karena harus segera kembali ke Yogyakarta.
The vacation end... :)





Selasa, 12 Juli 2016

Dilatasi Mimpi

Mimpi ini seolah menjadi sebuah kisah
Datang lagi dan lagi, tersusun rapi dalam rangkaian paragraf bernama tidur
Bahkan setelah aku tau
Bahwa aku tidaklah diinginkan

Tak terhitung jumlah hari yang terlampaui
Terkadang senyum, tawa, canda
Tapi tak jarang pula air mata dan amarah

Kenapa aku?
Kenapa harus selama ini?
Aku tak berniat membuat sebuah dongeng menyedihkan untuk anak dan cucuku

Tak pernah ada awal
Hanya ada akhir

Kenapa aku?
Kenapa harus selama ini?
Aku tak berniat hidup dalam pekatnya malam

Ha... akalku sama sekali tak berfungsi
Aku tahu dia tak tahu
Aku paham betul dia tak peduli
Aku mengerti dia takkan mengingat namaku

Tapi...
Kenapa aku?
Kenapa harus selama ini?
Adakah Kau bisa membantuku?