(credit image :
)
Tidak banyak perubahan dari terakhir kali aku melihatnya, itulah kesan yang muncul dalam benakku.
Kali pertama aku bertemu dengannya adalah dua tahun lalu, tepatnya ketika aku mengambil liburan musim panas dan mengunjungi salah satu negara tropis di Asia Tenggara.
Perkenalan pertama kami adalah melalui sebuah dating online. Aku sangat suka bepergian, karena itu aku suka berteman dengan orang asing. Akhirnya setelah lebih dari setahun berkomunikasi via LINE aku memutuskan mengunjungi kota tempatnya tinggal.
Sebuah kota metropolitan khas negara berkembang. Lalu lintas ibu kotanya akan menjebakmu dalam kemacetan yang luar biasa terutama jika kau bepergian pada jam sibuk. Selama tiga hari disana dia menemaniku mengunjungi beberapa tempat yang cukup terkenal disana.
Kurasa pertemuan kami bernilai lebih baginya.
Dia gadis yang baik, namun dia terlalu bersemangat dan aku merasa perhatiannya membebaniku sehingga kuputuskan untuk memutus semua komunikasi dengannya. Dia masih sering menghubungiku melalu LINE, kartu pos ataupun surat, tapi tak ada satupun yang kubalas. Kupikir semakin aku menanggapiya, semakin sulit menghindar darinya.
Masih sama seperti saat kami bertemu, dia hanya mengoleskan sedikit lip balm di bibirnya dan mungkin seulas bedak. Selebihnya dia tak memakai make up yang mencolok. Meski di negaraku make up merupakan bagian dari etika untuk menunjukan rasa penghargaan terhadap orang yang akan kita temui, bagiku gadis yang tampil tanpa make up pun bukan masalah. Tidak seperti gadis-gadis di negaraku yang begitu tertarik dengan perkembangan fashion, penampilannya sangat sederhana. Hanya jilbab abu-abu bermotif bunga sakura yang membingkai wajah bulatnya yang membuat dia terlihat mencolok diantara semua pengunjung.
***
Tanpa sadar aku sudah berdiri di ambang pintu toko. Kulihat tatapannya tepat mengarah padaku. Menatapku dengan sangat intens. Tatapan yang sama dengan tatapan ketika pertama kali kami bertemu. Tatapan yang selalu membuatku salah tingkah. Ternyata budaya kami memang benar-benar berbeda, disini aku hampir tak pernah mendapatkan tatapan demikian dari seorang gadis karena itulah aku salah tingkah dibuatnya.
Hingga aku berdiri tepat di hadapannya dia masih saja menatapku, dari jarak dekat aku bisa melihat air mata tergenang di pelupuk mata yang terlihat lelah.
Dia segera memalingkan wajah ketika menyadari air mata mulai jatuh di pipinya. Hal ini semakin membuatku salah tingkah. Sebuah rasa bersalah menjalari hatiku. Bagaimanapun, aku memutus semua kontak bukan tanpa tahu perasaannya. Ya, gadis di hadapanku sempat berkata kalau dia menyukaiku. Namun aku tak punya cukup keberanian untuk mengatakan hal yang sama padanya.
"お久しぶりです!お元気ですか?" ujarnya seraya tersenyum. Senyum yang terlalu dipaksakan karena aku masih bisa melihat air mata yang mengembang di sudut matanya.
Aku tersenyum sambil mengambil tempat duduk di hadapannya. Seorang pelayan mendatangi kami dan menyerahkan menu book padaku.
"コーヒー下さい" ujarku dan diapun berlalu.
Kami mulai berbincang. Meski awalnya terasa canggung tapi dia gadis yang cukup pandai mencairkan suasana, sehingga tak butuh waktu lama untuk kami bisa mengobrol dengan santai. Aku sempat ragu untuk bertemu dengannya ketika tiba-tiba dia bilang sedang mengunjungi negaraku. Aku sempat berpikir bahwa dia akan memberiku sederet pertanyaan tentang alasanku menghilang setahun lalu. Tapi untunglah dia tak menyinggung hal itu sama sekali. Mungkin ia tak mau membuat suasana menjadi kaku dan canggung dengan membahas cerita lama.
***
Tiba-tiba dia berdiri dari tempat duduknya. "ちょっとトイレに行きます" ujarnya segera berlalu tanpa menunggu persetujuanku.
Aku hanya mengangguk dan menatap punggungnya yang semakin menjauhiku.
***
Setengah jam berlalu sejak dia pamit pergi ke toilet. Aku sedikit heran dengan apa yang sedang dilakukannya. Dia sama sekali tak membawa barang ketika pergi. Tas dan barang bawaannya masih ada di hadapanku, jadi tak mungkin dia pergi meninggalkan toko ini begitu saja.
Setelah 40 menit dia masih tak kunjung datang, akhirnya aku memutuskan untuk menyusulnya. Beruntung ada seorang pelayan perempuan yang bisa kumintai tolong memeriksanya di toilet.
Dia bilang ada seseorang yang tergeletak di dalam salah satu bilik toilet. Tanpa ragu akupun segera masuk ke dalam toilet sementara pelayan toko meminta bantuan dari staff lain.
***
Aku kaget melihat kemeja putih yang dikenakannya bersimbah darah.
"どうしたの?" ujarku panik. Wajahnya benar-benar pucat tapi aku masih bisa melihatnya bernafas meski terlihat lemah. Berkali-kali aku memanggil namanya hingga akhirnya sedikit demi sedikit matanya terbuka. Tak butuh waktu lama hingga ambulan datang dan para petugas membawanya masuk. Akupun duduk di samping petugas yang segera memberikan pertolongan pertama.
Aku bisa melihat sebuah bekas luka jahitan yang cukup panjang di dadanya ketika petugas menggunting pakaiannya untuk melihat sumber darah yang mengalir. Sebagian bekas jahitan yang terbuka, itulah yang menyebabkan darah merembes di bajunya.
Matanya terbuka, tangannya terangkat dan aku segera meraihnya "もう大丈夫だよ" ujarku. Aku tak yakin dengan apa yang kukatakan tapi hanya itu yang keluar dari mulutku. Dia tersenyum, terlihat lebih dipaksakan dari senyum yang sebelumnya kulihat.
"来たくれた、ありがとう" ujarnya pelan. Setitik air mata keluar dari sudut matanya.
Aku tak bergeming dari tempatku ketika kurasakan genggaman tangannya semakin melemah. Petugas medis masih sibuk mengatasi darah yang masih saja mengalir meski mereka sudah menggunakan kain kasa dan menutupinya.
Aku pun bisa melihat ketika dokter jaga segera memeriksanya begitu pintu ambulan terbuka. Tapi wajahnya berubah kaku dan meminta petugas lain membawanya ke ruang gawat darurat.
Dokter bilang itu adalah bekas jahitan operasi. Dari jahitannya yang masih terlihat sangat baru, dokter menebak dia baru saja menjalani operasi dua atau tiga hari lalu. Aku tak habis pikir dengannya, bagaimana bisa dia memaksakan diri menempuh perjalanan ke luar negeri dengan kondisi seperti itu. Aku bahkan tak yakin kalau dia mendapat izin untuk bisa keluar rumah sakit secepat itu.
***
Setelah menjahit ulang bekas operasinya, dokter bilang keadaannya mulai stabil, hanya perlu menunggu hingga dia siuman maka dia sudah benar-benar terlepas dari masa kritis.
***
Kuputuskan untuk pulang karena baju yang kupakai terkena banyak darah ketika tanpa sadar aku memeluknya saat ia tergeletak di toilet tadi. Aku akan kembali ke rumah sakit besok pagi, karena memang malam ini aku masih punya janji untuk bertemu dengan seseorang dan aku akan memgambil cuti dari pekerjaanku esok.
***
Jam masih menunjukan pukul 4 pagi ketika teleponku berdering, ternyata dari rumah sakit. Mereka mengabariku bahwa kondisinya tiba-tiba memburuk. Tanpa menunggu kalimat selanjutnya aku segera mengambil kunci mobil dan pergi menuju rumah sakit. Aku menyetir dengan sangat ngebut sehingga hanya perlu waktu 14 menit untuk sampai di depan pintu ruangan dimana dia dirawat. Ketika aku sampai, hanya ada seorang suster yang sedang merapikan semua peralatan. Kain putih yang sebelumnya dipakai untuk menyelimuti tubuhnya sekarang sempurna menutup seluruh badan hingga ke kepala. Menyadari keberadaanku, suster itu mundur dan memintaku untuk pergi menemui dokter jaga setelah selesai dengan urusanku.
Aku bahkan tak tahu apa urusanku disini. Jangankan untuk menyambut kedatanganku, gadis itu bahkan tak akan pernah membuka matanya. Butuh beberapa menit hingga aku mampu menggerakan tanganku untuk membuka kain yang menutupi wajahnya. Aku bisa melihat wajah pucatnya dengan sangat jelas.
Bagaimana bisa aku tak menyadari betapa pucat wajah itu ketika kami bertemu? Bagaimana mungkin aku tak menyadari ekspresinya menahan rasa sakit ketika kami berbincang? Apakah aku terlalu sibuk mengatur perasaanku sehingga aku tak menyadari bahwa mungkin saat itu ada darah mulai merembes melalui bajunya? Bagaimana bisa aku mengabaikannya sedemikian rupa?
***
Hingga saat ini hanya ada satu kalimat yang ingin kusampaikan padanya. Sebuah kalimat yang kuyakin bisa membuatnya melompat girang memelukku, seperti apa yang selalu dia katakan padaku.
"出会ったらただハグしたいです!" tulisnya di semua teks yang dia kirim padaku. Semua teks yang kuabaikan untuk sekian lama.
"スキだよ!" bisikku pada hembusan angin.