Selasa, 29 April 2014

KRL dari Statsiun Cawang - Statsiun UI

Sebenarnya ini cerita beberapa pekan lalu, tapi mengingat kekhawatiran berlebih saya (yang mungkin juga dimiliki oleh orang lain) untuk memilih moda transportasi kereta, saya mau berbagi pengalaman tentang perjalanan menggunakan commuter (KRL Jabotabek).
Setelah selesai dengan pekerjaan rumah tangga (nyuci baju, nyuci piring dan ngepel-red) saya bergegas keluar kostan. Hari ini saya berencana menyelesaikan proposal penelitian yang sudah lama terabaikan, padahal deadline pengumpulan hanya tinggal hitungan hari. Jadilah di hari minggu yang cerah ini saya sempatkan mengunjungi perpustakaan UI Depok. Bismillah.... Mari memulai perjalanan hari ini
Kostan saya kebetulan tidak terlalu jauh dari Halte Busway Cawang Otista sehingga saya hanya perlu jalan kaki sekitar 10 menit untuk mencapai halte. Dari sana saya naik busway ke Statsiun Cawang, lanjut KRL ke UI.
Ini adalah kali kedua saya naik KRL, karena termasuk hal baru, bagi saya ini adalah mengalaman yang menarik. Saya pernah membaca sebuah catatan perjalanan orang yang naik kereta dengan penjabaran yang membuat enggan untuk mencoba kereta. Tapi setelah mencobanya sendiri, ternyata tidak begitu buruk.
Pertama, beli tiket di loket. Tiket Statsiun Cawang - UI seharga tiket busway, hanya Rp. 3.500,- .Tapi untuk pembelian persatu kartu (tiketnya berbentuk kartu atm gituh, bagus deh) harus bayar uang asuransi sebesar Rp. 5.000,- nanti uang itu bisa di-refund di loket pembelian tiket.
Dalam kereta relatif bersih, tidak ada sampah; hanya saja ada beberapa poster iklan produk tertentu (mungkin sponsor). Dalam satu kereta, gerbong pertama dan terakhir adalah gerbong khusus untuk wanita, jadi jika tidak ingin berada diantara lawan jenis jangan salah masuk gerbong^^.

Ada penjaga yang berdiri di salah satu pintu, jadi meski baru pertama kali naik kereta tidak usah khawatir nyasar atau turun di statsiun yang salah, tanya saja petugasnya.

Setengah jam perjalanan sampailah saya di Statsiun UI, tinggal nyebrang sampailah ke kampus UI Depok. Perjalanan relatif cepat (bebas dari kata macet tentunya), nyaman dan insya Allah aman. Yuk, sekali-kali cobain naik KRL:D

Jumat, 25 April 2014

Rumah Peristirahatan

Sampai sekarang karena masih merasa kalau saya ini sangat jauh dari kata "pintar", saya masih suka belajar.
Kali ini saya mau berbagi gambar-gambar ketika saya belajar desain (orisinil ide sendiri lho, gak pake nyontek apalagi nyomot punya orang).
Konsep awalnya adalah mengambil nilai-nilai arsitektur jepang. Material yang dipakai adalah material-material alam yang banyak terdapat di sekitar kita. Malah saya pikir, untuk interiornya, penggunaan material "bekas" (reuse) sangat memungkinkan.
Beberapa foto saya pasang foto pribadi (narsis dikit lah...-jangan protes-...ini kan ceritanya bakal jadi rumah saya), ada juga foto magnae (bungsu) dan eternal magnae Super Junior (ini karena saya adalah fans dari si magnae, jadi ceritanya ini rumah masa depan kami. Mohon doa restunya ya pembaca^^).
Jendela yang lebar sebenarnya tidak hanya cocok untuk bangunan subtropis (seperti gambar di atas). Di negara tropis seperti Indonesia pun, jendela yang lebar akan sangat bermanfaat, tentunya dengan tetap mempertimbangkan kondisi iklim (seperti pertimbangan terhadap cahaya matahari dan hujan). Jendela yang lebar memungkinkan kita meminimalisir penggunaan lampu pada siang hari. Kita dapat memaksimalkan penggunaan sinar matahari sebanyak mungkin. Adapun untuk kawasan subtropis, sinar matahari yang masuk selain bermanfaat sebagai pencahayaan alami juga bermanfaat untuk menghangatkan suhu dalam ruangan.
Ketika membuat modeling rumah ini saya tidak benar-benar memikirkan akibat dari desain yang saya buat (suka-suka gue gitu deh...). Saya membuat salah satu dinding hanya dengan kisi-kisi, lalu ketika berniat mengedit, terpikirlah "lah ini, semriwing banget angin musim dingin masuk melalui celah kisi-kisi!". Dengan begitu jadilah ruangan ini saya sekat dengan pintu kaca. Dengan demikian, ruang tersebut jadi seperti teras namun tertutup dan dapat digunakan sebagai ruang terbuka. Kalau nanti ada waktu untuk mengedit lagi, mungkin saya akan membuka bagian atap atau menggantinya dengan atap kaca. Membuatnya menjadi ruang terbuka dan meletakan beberapa tanaman, menjadikannya sebagai taman kecil di rumah^^.
Selain makan dan jalan-jalan, hobi saya yang lainnya adalah tidur. Dalam dunia arsitektur (desain-red), kegemaran desainer terhadap sesuatu benar-benar sangat berpengaruh, buktinya ruangan pertama yang selalu ingin saya olah adalah kamar tidur, ini membuktikan betapa saya sangat mencintai tidur -_-!! (*maaf, abaikan keterangan ini).
Pada dasarnya ini adalah rumah perisrirahatan yang hanya ditempati pada waktu-waktu tertentu, sehingga untuk kamar tidur dibuat terbuka. Sekat menuju ruang duduk hanya dengan rak buku.
Saya punya cita-cita, kalau saya punya rumah, benda pertama yang ingin saya tata dengan rapi adalah buku-buku. Beberapa buku jaman sekolah masih saya simpan, semoga saja suatu hari nanti dapat saya deretkan di rak^^.