Senin, 23 Maret 2015

Japan, ikuyo!

Yattaa... rasanya seperti mimpi, berbekal modal nekad, doa dan restu dari orang tua, akhirnya saya bisa menjejakkan kaki di negeri matahari terbit.
Sejak kecil, saya selalu punya mimpi yang agak nyeleneh, yang mungkin bagi orang lain akan terdengar sangat konyol, tapi nyatanya manusia selalu mengawali sesuatu dengan hal yang dinggap konyol. Anggap saja seperti Albert Einstein yang konon pernah mengerami telur, konyol sekali bukan? Tapi kemudian ia menjadi seorang ilmuwan  besar. Saya mungkin belum punya ide-ide seperti itu, tapi mimpi-mimpi konyol saya diantaranya adalah: sejak SD saya sudah menetapkan pilihan untuk tidak masuk sekolah lanjutan negeri yang notabene menjadi favorit teman-teman sekelas, saya bercita-cita masuk sebuah sekolah agama kecil yang baru didirikan enam tahun sebelumnya. Setelah lulus sekolah tersebut, mimpi saya adalah melanjutkan sekolah di sebuah kota kecil di pinggiran priangan. Tidak ada alasan khusus atau kriteria khusus, asalkan sekolah di kota kecil itu, di manapun sekolahnya, saya akan merasa puas. Lalu sekarang, mimpi saya adalah sekolah di Jepang. Yah, Jepang, negeri para samurai. Tentu saja bukan karena saya ingin jadi seorang samurai, tapi lagi-lagi, itu menjadi sebuah obsesi yang selalu memacu semangat saya untuk belajar.
Alhamdulillah bulan Februari kemarin saya berkesempatan mewujudkan salah satu mimpi besar yang saya miliki.
Saya kesana untuk menghadiri sebuah seminar tentang perencanaan urban dan ini adalah pertama kalinya saya menjadi seorang pembicara di hadapan orang-orang dari berbagai negara.
Bukan hanya seminar, saya juga berkesempatan mengikuti international workshop yang diadakan The University of Kitakyushu (Kitakyushu Daigaku).
Dari samping kiri ada Li, Adlan, Jawid, Zheng Fei, Rica, Eyosiyas, Nanae dan Thai. Berbagai hal menyenangkan terjadi selama workshop. Kami belajar mengungkapkan pendapat dengan kendala keterbatasan penguasaan bahasa inggris, tapi semuanya luar biasa. Benar-benar salah satu pengalaman terbaik pernah mengenal dan bekerja sama bersama dengan orang-orang tersebut. Team 3, fighting! Malam (atau lebih tepat disebut pagi) menjelang pengumpulan desain perencanaan, kata yang paling saya ingat adalah "akiramenaide!". Yah, sampai kapanpun "jangan pernah menyerah" untuk berjuang, kerjakan semampu dan sebaik yang kita bisa, masalah hasil biarlah, yang penting kita belajar dan menikmati prosesnya.
Dengan modal bahasa inggris pas-pasan dan belepotan, cas cis cus menjelaskan konsep desain. Minna, gomen ne, eigo wo benkyousuru soshite jyozu ni naru^^".
Dan yang paling saya suka selama kegiatan ini adalah JALAN-JALAN.
Seperti berada dalam mimpi. Setiap hari mendapatkan hal baru yang selalu membuat saya terkagum-kagum dan semakin jatuh cinta dengan negeri tempat Aa Takeru Satoh dilahirkan ini. Terima kasih banyak kepada Ibu Beta dan keluarga yang sudah berkenan mebantu saya dari sebelum keberangkatan sampai pulang dengan selamat ke tanah air, jazakumullahu khairan kattsiraa.
Ah... Jepang, saya pasti bisa kembali!
Oh ya, terima kasih juga untuk Prof. Bart Dewancker yang sangat membantu pengurusan visa dan memberi kesempatan untuk saya ikut kegitan student exchange ini.
Lain kali, foto-fotonya saya publish. Ja, matta ne^^.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar