Selasa, 15 September 2015

Taman Ismail Marzuki; Nongkrong sambil ngasah otak kanan

Pada tanggal 5 September 2015 lalu saya menghadiri acara pembukaan JermanFest yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta-tentu saja bukan sebagai tamu undangan, hanya pengunjung yang datang untuk meramaikan acara. Acaranya sendiri dimulai dari jam 06.00 sore, dengan nonton bareng sebagai inti acara. Tapi berhubung saya tidak punya kegiatan lain di hari tersebut, maka saya datang lebih awal, saya berniat menyaksikan pertunjukan di Planetarium dan Observatorium Jakarta.
Taman Ismail Marzuki (TIM) berlokasi di Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat. Pembukaannya diresmikan oleh Gubernur Pemerintah Daerah Jakarta, Jenderal Marinir Ali Sadikin pada tanggal 10 Nopember 1968. Mana Ismail Marzuki diambil dari nama seorang komponis pejuang kelahiran Betawi.
Ini pertama kali saya berkunjung ke TIM, sehingga membuat saya benar-benar terkesan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung. Pernah satu waktu saya lewat di depan TIM, rekan saya yang asli Jakarta bilang kalau di TIM memang selalu ramai, banyak kegiatan baik di siang maupun malam hari, cocok untuk jadi tempat jalan ketika akhir pekan. Seperti yang saya sebutkan tadi, tujuan utama saya berkunjung ke TIM adalah untuk melihat pembukaan JermanFest, namun karena masih siang saya bermaksud menonton pertunjukan di Planetarium dan Observatorium Jakarta yang kebetulan masih berada di kompleks TIM.
Saya begitu bersemangat untuk menonton pertunjukan, tapi begitu sampai di pintu masuk, ternyata tutup. Saat mengkonfirmasi satpam yang ada disana, katanya proyektor utama sedang dalam perbaikan, jadi tidak ada pertunjukan di Planetarium dan Observatorium. Perbaikan pun belum tahu akan memakan waktu berapa lama, sehingga belum ada pemberitahuan kapan akan ada lagi pertunjukan.
Setelah saya cek, meski tidak ada pertunjukan, peneropongan benda langit tetap buka. Kegiatan ini terbuka untuk umum dan gratis, namun hanya pada hari dan jam yang ditentukan. Sayangnya untuk jadwal bulan ini tidak ada kegiatan peneropongan di akhir pekan, sehingga saya belum punya kesempatan.
Meski bukan seorang penggila astronomi, saya termasuk orang yang menyukai ilmu astronomi. Waktu sekolah dulu, saya sempat belajar Ilmu Hisab (Perhitungan-waktu yang berdasarkan pada rotasi bulan dan revolusi matahari). Saya belajar menghitung jumlah hari dalam satu bulan hinjriyah yang berpatokan pada kemunculan hilal (sebagai penanda awal bulan), serta belajar menghitung kapan akan terjadi gerhana bulan atau matahari yang bisa disaksikan di Indonesia.
Karena keterbatasan pengetahuan, waktu sekolah saya hanya tahu pertunjukan planetarium dan observatorium dari film saja. Saya tidak tahu kalau di Indonesia juga bisa menyaksikan pertunjukan. Duduk (seperti di bioskop) lalu melihat bintang-bintang sambil mendengar penjelasan. Itu adalah salah satu mimpi saya, insya allah ketika saya diberi kesempatan untuk tinggal di luar negeri, planetarium dan observatorium adalah salah satu tempat yang wajib saya datangi.
Mungkin lain kali setelah mesin selesai diperbaiki saya akan berkunjung lagi untuk menyaksikan pertunjukan :)


Ketika datang ke TIM, ternyata sedang berlangsung pameran karya seni. Langsung saja saya menuju galeri. Ada banyak karya yang menarik, tapi sayangnya saya tidak banyak yang dokumentasikan, jadi gambaran umumnya seperti yang di bawah ini.



Selesai berkeliling di galeri, saya menyaksikan panggung apresiasi puisi. Kebetulan sekali pekan tersebut adalah peringatan hari puisi. Ada beberapa pembacaan puisi oleh para penyair-penyair (yang tidak saya kenal sama sekali). Dengan keterbatasan pengetahuan saya dalam bidang sastra, saya menikmati pertunjukannya.
Entah karena udara yang begitu panas atau memang berhalangan hadir, katanya hari tersebut seharusnya ada sekitar 50 pembaca puisi tapi yang datang hanya sekitar 10-15 orang. Penonton pun tak banyak, padahal acaranya cukup bagus. MC bilang, pada malam hari ada lokalisasi dan musikalisasi puisi juga. Benar saja, sebelum pulang saya sempat mampir dan sedang ada penampilan musikalisasi puisi oleh anak-anak SD, sangat menarik.
 


Akhirnya acara pembukaan JermanFest resmi dimulai. Pemutaran film bisu yang berjudul Metropolis, karya Sutradara Fritz Lang. Film tersebut mengambil setting kota masa depan, dengan topik perbedaan hidup antara masyarakat kelas atas dan masyarakat kelas bawah. Penggambaran masyarakat kelas atas dalam menjalankan sebuah kota (metropolis) adalah ibarat otak, masyarakat kelas bawah adalah pekerja yang menjadi tangan atas semua gagasan pengembangan kota tersebut. Keduanya seolah berada di dua sisi yang begitu berbeda, untuk itulah diperlukan "hati" guna sebagai mediator antara keduanya. Dalam film ini "hati" digambarkan oleh sosok Maria.
Sayangnya saya hanya sempat menonton part 1 saja dari film ini, jadi saya belum tahu akhir dari kisah Metropolis tersebut. Film yang sangat menarik. Saya rasa, saya akan menonton kelanjutan film ini di Youtube.


Petualangan hari ini berakhir. Berbeda dengan tadi siang, saya menggunakan jasa bajaj untuk bisa sampai TIM dari Halte Busway Kramat Sentyong-NU, ketika pulang saya memilih jalan kaki menuju halte busway. Tidak terlalu jauh, sekitar 20 menit berjalan kaki, saya pun sampai di halte. Benar-benar hari yang dipenuhi dengan perjalanan.

Oh ya, saya hampir lupa. Masih berada di kawasan TIM, Perpustakaan Daerah DKI Jakarta juga terbuka untuk umum. Senin-Minggu (jam operasionalnya saya lupa). WNI yang tidak punya KTP DKI boleh masuk juga, tapi tidak boleh meminjam buku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar